Sabtu, 07 Juni 2008

Cegah Penyu Punah

penyu, cegah satwa punahBerdasarkan data yang diperoleh Team Cegah Satwa Punah, ada tujuh jenis penyu di dunia, yakni penyu hijau (Chelonia mydas) penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu kemp’s Ridley (Lepidochelys kempi), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), Penyu belimbing (Dermochelys coriacea ), penyu pipih (Natator depressus) dan Penyu tempayan (Caretta caretta). Dari ketujuh jenis penyu yang ada, 6 jenis di antaranya terdapat di Indonesia. Ironisnya jumlah hewan purba ini semakin menurun ( hampir punah ) akibat aktivitas perburuan.

Dalam hukum positif dijelaskan bahwa sanksi bagi pemburu fauna langka atau satwa langka cukup berat. Faktanya praktik perburuan terhadap satwa liar tetap berlangsung. Keterbatasan tenaga dan lokasinya yang sangat sulit, menyebabkan pengawasan perkembangbiakan penyu tidak maksimal.

Di berbagai daerah masih marak terjadi penjualan penyu seperti yang terjadi di Pantai Teluk Penyu (dalam bentuk awetan, telur, maupun dalam bentuk yang masih hidup). Hingga akhirnya suvenir berbahan dasar satwa langka tersebut sudah didatangkan dari luar daerah karena populasinya menurun drastis bahkan diduga telah punah.

Perburuan penyu tidak sebanding dengan siklus reproduksinya. Jika dikaji dari segi perkembangbiakannya, tumbuh-kembang penyu pun relatif lamban. Dari 60 telur yang menetas, hanya 54 butir (90 persen) yang hidup. Dari yang hidup itu lima ekor (10 persen) jadi dewasa. Pendapat lain menjelaskan telur yang menetas jadi tukik hanya dua persen selamat sampai dewasa.

Banyaknya jumlah predator alami membantu mempercepat penurunan jumlah penyu di alam. Babi hutan dan semut misalnya, dua jenis hewan ini adalah predator yang menggasak telur penyu. Setelah jadi tukik harus menghadapi ular, anjing, kepiting, biawak, burung elang, dan lainnya yang siap memangsanya. Saat dewasa, penyu diburu, disantap dagingnya, karapasnya diambil dan dijual para perajin untuk dibikin souvenir. Seperti halnya pasar Malioboro Jogyakarta yang pernah menjadi sorotan Internasional untuk kasus penjualan suvenir yang berasal dari karapas penyu.

Meskipun sudah ada Undang-undang yang jelas mengikat tentang perdagangan ini, tetapi transaksi dan peredarannya masih terus berjalan dan semakin bertambah (data dari berbagai LSM perlindungan satwa). Binatang yang dilindungi tidak hanya memiliki nilai eksotik tetapi juga memiliki nilai ekologis dalam siklus rantai makanan. Pemerintah telah menetapkan perlindungan sesuai dengan PP No. 7/1999 dan UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan ekosistemnya. Dengan demikian berarti menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup, dilarang keras. Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut, dapat dijerat pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda maksimal Rp 100 juta.


Tags :


Artikel terkait :

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Kasihan penyu nya,,,saya setuju orang yg membantai penyu dhukum seberat"nya. bisa jadi anak cucu kita tidak bisa melihat penyu yg asli, hanya ada d gambar...

Anonim mengatakan...

Selain melindungi penyu dari perburuan sebagai upaya untuk melestarikan penyu, maka perlindungan tempat peneluran penyu perlu juga diamankan. Kegiatan ini sangat penting karena penambahan populasi penyu hanya dapat terjadi bila telur dan tukik dapat diselamatkan dari berbagai gangguan. Pantai tempat penyu mendarat dan bertelur perlu diinventarisir, kemudian dilakukan pengamanan pada daerah tersebut. Tugas ini dapat dilakukan oleh pemerintah bekerjasama dengan LSM pencinta lingkungan.

Mobile App Developers mengatakan...

Nice post, things explained in details. Thank You.

App Development Bangalore mengatakan...

I learned a lot from reading through some of your earlier posts as well and decided to drop a comment on this one!

Posting Komentar

Silahkan berkomentar tanpa mengandung kata-kata yang berunsur PORNOGRAFI dan SARA.

Artikel pada kategori yang sama